Saturday 25 January 2014

Imam Syafi’e Berkata Tentang Bid’ah


Al-Hafidz Abu Nu’aim rahimahullah meriwayatkan sanadnya dari Ibrahim al-Junaid yang berkata,
 Harmalah bin Yahya berkata kepada kami; aku mendengar Imam Syafi’e berkata,

 البدعة بدعتان بدعة محمودة وبدعة مذمومة فما وافق السنة فهو محمود وما خالف السنة فهو مذموم واحتج بقول عمر بن الخطاب في قيام رمضان نعمت البدعة هي

 “Bid’ah itu ada dua, bid’ah yang mahmudah (terpuji) dan bid’ah yang mazhmumah (tercela). Apa yang menepati dengan sunnah maka ia terpuji dan apa yang menyelesihi sunnah maka ia adalah tercela.” Kemudian Imam Syafi’e berhujjah dengan perkataan Umar al-Khaththab tentang solat terawih di bulan ramadhan, “Bid’ah yang terbaik adalah ini.” (Al-hilyatul auliya’ 3/119 –Syamilah-)

Perkataan Imam Syafi’e ini menyatakan bahawa bid’ah itu terbahagi kepada dua. Apa-apa yang menepati/selaras dengan as-sunnah maka ianya bid’ah yang terpuji dan tidak dicela, dan apa-apa perkara yang menyelisihi as-sunnah maka ianya tercela. Ini apa yang difahami oleh saya dari perkataan Imam Syafi’e. Ada baiknya kita merujuk kepada perkataan ulama yang ahli dalam ilmu dan lebih mengerti perkataan ulama yang lain kerana kapasiti ilmu yang dimiliki oleh mereka dan juga ribuan helaian muka surat kitab-kitab yang telah ditelaah oleh mereka dalam memahami cabang-cabang ilmu syari’e ini. Saya bawakan perkataan al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali ketika menjelaskan makna perkataan Imam Syafi’e. Ibnu Rajab berkata


 ما ذكرناه من قبل أن أصل البدعة المذمومة ما ليس لها أصل في الشريعة ترجع إليه وهي البدعة في إطلاق الشرع وأما البدعة 


 المحمودة فما وافق السنة يعني ما كان لها أصل من السنة ترجع إليه وإنما هي بدعة لغة لا شرعا لموافقتها السنة “


Apa yang kami sebutkan tentang perkataan Imam Syafi’e sebelum ini, ushul bid’ah mazhmumah (yang tercela) itu adalah, apa saja yang tidak mempunyai asal-usul (landasan hukum) di dalam syariat. Itulah bid’ah dari segi makna (yang dimaksudkan) syariat –atau dikenal disebut dengan bid’ah syar’iyah-. Dan bid’ah mahmudah (terpuji) pula adalah apa yang menepati sunnah yakni apa saja yang mempunyai asal (landasan hukum) dari sunnah maka ia dikembalikan kepada makna bid’ah lughawi bukan dengan makna bid’ah syarie kerana ia selaras/menepati dengan sunnah.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam 1/267) Bid’ah lughawi ini adalah bid’ah yang dibenarkan untuk diamalkan serta dilaksanakan dan inilah yang dinamakan bid’ah mahmudah. Ianya tidak tercela sebagaimana bid’ah syar’iyah iaitu perkara-perkara yang bertentangan dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di mana bid’ah syar’iyah ini sangat dicela dan ditolak sama sekali di dalam islam. Ibnu Rajab di dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam dalam menysarahkan hadist yang ke-28. 
Telah diriwayatkan dari Imam asy-Syafi’e perkataan yang menjelaskan lagi maksud beliau perkataan bid’ah mahmudah dan mazhmumah, dia berkata

 المحدثات ضربان ما أحدث مما يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا فهذه البدعة الضلالة وما أحدث فيه من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا وهذه محدثة غير مذمومة

 “Hal-hal yang baru yang diada-adakan terbahagi kepada dua. Perkara baru yang menyelisihi Kitab atau sunnah, atau atsar (perkataan para sahabat) atau ijma’, maka inilah bid’ah dholalah (sesat). Dan perkara-perkara kebaikan yang tidak menyelisihi satu pun dari apa yang telah disebutkan, maka inilah bid’ah yang tidak tercela.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam 1/267)

Saturday 6 July 2013

CIRI-CIRI & KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN


Ciri-ciri seorang wirausahaan adalah:
  • Percaya diri
  • Berorientasikan tugas dan hasil
  • Pengambil risiko
  • Kepemimpinan
  • Keorisinilan
  • Berorientasi ke masa depan
  • Jujur dan tekun
Menurut Munawir Yusuf (1999)
Ciri kewirausahaan yaitu:
1. Motivasi berprestasi
2. Kemandirian
3. Kreativitas
4. Pengambilan resiko (sedang)
5. Keuletan
6. Orientasi masa depan
7. Komunikatif dan reflektif
8. Kepemimpinan
9. Locus of Contro
10. Perilaku instrumental
11. Penghargaan terhadap uang.


Ciri dan Kemampuan Wirausahaan Tangguh
  1. Berpikir dan bertindak strategik, adaptif terhadap perubahan dalam berusaha mencari peluang keuntungan termasuk yang mengandung resiko agak besar dan dalam
    mengatasi masalah.
  2. Selalu berusaha untuk mendapat keuntungan melalui berbagai keunggulan dalam memuaskan langganan.
  3. Berusaha mengenal dan mengendalikan kekuatan dan kelemahan perusahaan (dan pengusahanya) serta meningkatkan kemampuan dengan sistem pengendalian intern.
  4. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan perusahaan terutama dengan pembinaan motivasi dan semangat kerja serta pemupukan permodalan.
Ciri-ciri seorang wirausahaan adalah:
  • Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
  • Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik ddan memiliki inisiatif.
  • Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.
  • Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun.
  • Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
  • Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.
  • Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.
Pendapat lain M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993; 6-7 ) mengemungkakan delapan karakteristik yang meliputi :
  1. Memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya.
  2. Lebih memilih risiko yang moderat.
  3. Percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil
  4. Selalu menghendaki umpan balik yang segera
  5. Berorientasi ke masa depan, perspektif, dan berwawasan jauh ke depan
  6. Memiliki semangat kerja dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik .
  7. Memiliki ketrampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah
  8. Selalu menilai prestasi dengan uang.

    semoga bermanfaat 
     

Thursday 20 June 2013

POLA PEMBIAYAAN SYARIAH USAHA BAWANG MERAH

 

pola pembiayaan syariah usaha BAWANG MERAH

DI DESA GEBANGANOM WETAN KEC.KANGKUNG KAB.KENDAL JATENG

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2

a. Latar Belakang.............................................................................. 2

b. Tujuan............................................................................................ 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ............................... ...... 4

a. Organisasi....................................................................................... 4

b. Pola Kerjasama ............................................................................... 6

c. Penyiapan Proyek ........................................................................... 7

d. Mekanisme Kerjasama ................................................................... 9

e. Perjanjian Kerjasama ...................................................................... 10

3. Aspek Pemasaran ................................... ................................ .......11

a. Permintaan ....................................................................................... 11

b. Penawaran ........................................................................................ 12

c. Permasalahan dalam Pemasaran........................................................ 13

d. Pemasaran.......................................................................................... 13

e. Harga ................................................................................................. 14

4. Aspek Produksi ................................ ...................................... ..........16

a. Gambaran Produk ............................................................................... 16

b. Persyaratan Teknis ............................................................................. 16

c. Kendala Teknis ................................................................................... 17

d. Pasca Panen ......................................................................................... 18

5. Aspek Keuangan ................................ ........................................ ........19

a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah............................................. 19

b. Pemilihan Pola Usaha ........................................................................... 20

c. Asumsi dan Parameter .......................................................................... 22

e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja........................................ 24

f. Produksi dan Pendapatan ....................................................................... 25

g. Proyeksi Laba Rugi ............................................................................... 26

h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ........................................... 26

i. Proyeksi Perolehan Margin .................................................................... 27

7. Penutup ................................ ............................................ ..................... 30

a. PKT Unggulan ......................................................................................... 30

b. Titik-Titik Kritis ..................................................................................... 32

LAMPIRAN .......................................... ................................ ..................... 33

 

  1. Pendahuluan

 

a. Latar Belakang

 

Salah satu mata dagangan penting bagi sebagian besar ekonomi rumah tangga Indonesia yang selalu mengalami fluktuasi harga yang relatif tinggiadalah produk pertanian tanaman pangan holtikultura sayur-sayuran,rempah-rempah yaitu bawang merang (Allium ascolanium L). Pada tingkat harga yang sangat rendah (Rp. 500/kg bawang basah ditingkat petani) setiap kali terjadi bilamana jumlah penawaran (produksi pada waktu-waktu panen besar) jauh melebihi permintaan. Sebaiknya pada tingkat harga yang relatif tinggi selalu dikaitkan dengan kondisi dimana penawaran lebih rendah dibandingkan dengan besarnya permintaan Pada kondisi seperti ini harga bawang merah di pasar enceran pernah mencapai tingkat harga sampai Rp.80.000/kg kering. Dan sejauh harga produksi bawang merah luar negeri (misalnya Taiwan, Philipina) masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga dalam negeri maka akan terjadi impor bawang merah dikarenakan hanya untuk memenuhi permintaan dalam negeri pada kurun waktu tertentu.Dengan memperhatikan kondisi rupiah terhadap dolar Amerika seperti saatsaat ini, dapat menyebabkan impor barang primer (termasuk bawang) menjadi terasa sangat mahal. Hal ini dapat dikaitkan dengan tetap tingginya harga bawang merah impor dan harga bawang merah di pasar enceran didalam negeri.

 

Pengaturan produksi dan distribusi serta pemasaran bawang merah dalam negeri menjadi sangat penting. Tujuan utama pengaturan produksi dan distribusinya tersebut adalah agar panen bawang merah dapat diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi kelebihan maupun kekurangan penawaran bawang merah. Dengan demikian harga bawang merah di pasar enceran relatifl lebih stabil dan tidak sampai jatuh sangat rendah. Salah satu upaya untuk menghindarkan fluktuasi harga bawang merah yang sangat besar tersebut dengan cara pengaturan masa produksi dan masa panen, melalui penerapan pola tanam bawang merah yang tepat dan dilaksanakan dengan penerapan pola kemitraan usaha antara Usaha Besar sebagai INTI dan para petani bawang merah sebagai peserta plasma.

 

Penerapan perencanaan pola tanam atau pembudidayaan bawang merah dengan pola kemitraan tersebut akan dapat dihindari total luas tanaman bawang merah yang tidak terkontrol, dan pada gilirannya dapat menyebabkan produksi bawang merah yang berlebihan. Apabila peningkatan produksi terjadi pada saat panen raya maka kehadiran pengusaha besar sebagai INTI dapat berperan sebagai pembeli tunggal dan sebagai pengusaha yang mampu menahan dan menyimpan kelebihan produksi dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian pasokan bawang merah kepasarpasar enceran dapat diatur sehingga harga bawang merah akan relatif stabil dan pada tingkat harga yang relatif dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat luas di satu pihak, namun di lain pihak tetap dapat memberikan imbalan pendapatan bagi petani produsen bawang merah yang wajar, sehingga semangat berproduksi para petani juga tetap terpelihara.

 

Keuntungan lain dari pelaksanaan pola mengembangan bawang merah dengan pola kemitraan adalah para petani plasma akan mendapat jaminan pasar dari Usaha Besar. Karena dalam pola kemitraan tersebut Usaha Besar akan diposisikan sebagai pembeli tunggal produk plasma. Di samping itu Usaha Kecil/Plasma juga akan mendapatkan bimbingan teknis budidaya bawang merah dan bimbingan teknis aspek manajemen keuangan dari usaha besarnya.

 

b. Tujuan

 

Tujuan utama dari penyajian Laporan Model Kelayakan PKT "Budidaya Tanaman Bawang Merah" yaitu untuk :

 

a. Menyediakan suatu referensi bagi perbankan tentang kelayakan budidaya                               tanaman Bawang Merah ditinjau dari segi :

i. prospek atau kelayakan pasar/pemasaran,

ii. kelayakan budidaya yang dilak-sanakan dengan penerapan teknologi maju,

iii. kelayakan dari segi keuangan terutama bilamana sebagian dari biaya dibiayai oleh bank dan

iv. format pengorganisasian pelaksanaan proyek yang dapat menjamin keuntungan bagi semua kelancaran dan amannya proyek dimaksud serta menjamin keuntungan bagi semua unsur yang ikut dalam pelaksanaan proyek;

 

b. Dengan referensi kelayakan tersebut, diharapkan perbankan dapat mereplikasikan pelaksanaan proyek melalui realisasi pengalokasian sumber dana berupa kredit di daerah yang sesuai/cocok dengan kajian kelayakan dimaksud. Sehingga tujuan dalam pengembangan usaha kecil melalui peningkatan mutu budidaya tanaman bawang merah dapat tercapai, yaitu ditempuh melalui peningkatan realisasi kredit yang cocok untuk usaha kecil, meningkatkan keamanan pelaksanaan kreditnya, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani bawang merah dan yang tak kalah pentingnya adalah memberikan keamanan dan keuntungan bagi banknya.

 

Dapat menjadi referensi bagi perbankan syariah/lembaga keuangan syariah yang berminat terhadap pola pembiayaan model Proyek Kemitraan Terpadu/PKT.

 

2. Kemitraan Terpadu

 

a. Organisasi

 

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

 

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

 

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

 

1.Petani Plasma

 

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas

(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

 

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

 

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

 

2. Koperasi

 

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

 

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

 

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

 

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

 

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

 

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

 

 

4. Bank

 

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

 

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

 

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

 

b. Pola Kerjasama

 

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,

dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan

Eksportir.

 

 

 

Oval: koperasi

 

                                                                      

 

 

 

 

Text Box: Perusahaan inti

Text Box: Petani
Kelompok tani/usaha kecil

 

 

 

 

 

 

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA

kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui

koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili

anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

 

 

                                                                      

 

Text Box: Mitra perusahaan perkebunan /pengelolaan exportir

Text Box: Petani
Kelompok tani -2

Oval: koperasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

 

c. Penyiapan Proyek

 

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

 

d. Mekanisme Kerjasama

 

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

 

 

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

 

e. Perjanjian Kerjasama

 

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan

e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;

b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;

d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;

e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

 

3. Aspek Pemasaran

 

a. Permintaan

 

· Dalam Negeri

Permintaan dalam negeri terhadap bawang merah datang dari berbagai sumber yaitu :

a. Dari pasar bawang merah segar untuk memenuhi permintaan keperluan rumah tangga. Bawang rah merupakan tanaman sayuran yang banyak digunakan oleh keluarga masyarakat Indonesia, terutama sebagai bumbu penyedap masakan. Selain itu juga sering dipakai sebagai bahan obat-obatan untuk penyakit tertentu;

b. Permintaan yang datang untuk memenuhi keperluan industri olah lanjut yang menggunakan bawang merah sebagai bahan baku misalnya untuk industri bawang goreng. Besarnya jumlah permintaan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain :

a. Harga bawang yang berlaku di pasar enceran;

b. Pendapatan rumah tangga;

c. Harga bawang yang berlaku di pasar enceran;

d. Harga barang komplemen yang lain;

e. Harga barang turunan dari produk bawang merah;

f. Hari-hari besar di mana permintaan terhadap bawang merah segar cendrung meningkat. Permintaan terhadap bawang merah selain untuk keperluan bawang merah segar juga diperlukan untuk keperluan industri olah lanjut yaitu industri bawang goreng.

· Luar Negeri

Besarnya permintaan terhadap bawang merah yang datang dari luar negeri dapat dilihat dari kecendrungan meningkatnya ekspor mata dagangan ini. Dalam Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa permintaan tersebut cenderung terus meningkat.

 

 

 

 

Permintaan ekspor tersebut sebenarnya cukup tinggi, tetapi kendala yang dihadapi oleh eksportir di Indonesia adalah pada kemampuan berproduksi yang kontinyu dalam jumlah besar. Negara tujuan ekspor terbatas di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sedangkan impor bawang merah terutama dari Cina, Phlipina dan Vietnam.

 

b. Penawaran

 

Besarnya jumlah penawaran bawang merah sangat dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut :

a. Ketersediaan lokasi yang sangat cocok untuk bercocok tanam bawang merah dan atau luas panen;

b. Iklim;

c. Teknologi budidaya;

d. Harga faktor produksi.

Besarnya penawaran bawang merah dapat dikaitkan dengan produksi bawang merah di Indonesia yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Produk bawang merah mengalami kenaikan dengan trend yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 produksi bawang merah Indonesia mencapai 495.183 ton dan meningkat menjadi 509.013 ton pada tahun 1991. Daerah penghasil bawang merah terbesar adalah Pulau Jawa terutama Jawa Tengah dengan produksi 155.365 ton pada tahun 1991, disusul Jawa Timur sebesar 127. 190 ton dan Jawa Barat 87.680 ton pada tahun yang sama. Daerah lain di pulau Jawa yaitu di Sumatera Utara (terutama di Pulau Samosir, danau Toba), Bali, Lombok, Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan daerah lain. Untuk tingkat

Kabupaten, Brebes merupakan daerah penghasil terbanyak dengan jumlah 110.627 ton atau sekitar 22% dari total produksi seluruh Indonesia. Permintaan terhadap bawang merah terbesar dari rumah tangga (keluarga, restoran, hotel dan lain-lain). Bilamana jumlah produksi bawang merah dalam negeri dianggap kurang memenuhi besarnya permintaan, kekurangan pasokan dimaksud dipenuhi oleh impor bawang merah dari luar negeri khususnya berasal dari (Filipina, Taiwan, China). Impor tersebut tidak saja untuk konsumsi, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan bibit.

 

c. Permasalahan dalam Pemasaran

 

Sebenarnya bagi Indonesia pasokan bawang merah bukan merupakan masalah, karena panen bawang merah setiap musimnya diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mengatur produksi bawang merah sehingga dalam setiap musim panen tidak sampai terjadi kelebihan pasokan yang dapat menjatuhkan harga di tingkat petani. Jatuhnya harga pada waktu-waktu panen raya dapat mengakibatkan para petani tidak memenuhi kewajban finansialnya baik untuk kepentingan keluarganya sendiri maupun untuk kepentingan usaha taninya di waktu-waktu berikutnya dan kewajiban finansial yang menyangkut ke bank. Dalam waktu musim langka produksi (off season) petani seringkali menghadapi kesulitan dalam menyediakan dana untuk memenuhi ke butuhan awal pekerjaan usaha taninya.

 

d. Pemasaran

 

Ketersediaan jaminan pasar dalam pola kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil akan meransang petani untuk memproduksi bawang merah. Dalam usaha kemitraan yang dimaksud sejumlah petani bawang merah diposisikan sebagai mitra Usaha Kecilnya yang lazim disebut dengan Plasma. Salah satu kekuatan budidaya tanaman bawang merah dengan Pola

Kemitraan ini adalah bahwa :

a. Kepentingan petani terhadap keperluan produksi (bibit bawang merah, pupuk, biaya pengolahan tanah dan biaya pemeliharaan s/d waktu penen) dapat disediakan melalui keberadaan Usaha Besar;

b. Demikian pula di waktu panen, hasil panen petani plasma semuanya akan diserap Usaha Besar dengan tingkat harga yang sudah diperhitungkan sebelumnya sedemikian rupa sehingga setiap kali para petani plasma panen maka INTI akan membeli pada tingkat harga tertentu yang dapat menyebabkan dari hasil total penjualan ini, maka para petani plasma tetap dapat menikmati dari sebagian hasil penjualannya untuk :

1. Keperluan keluarganya,

2. Menanggung beban biaya biaya produksi berikutnya,

3. Menanggung hutang yang lain mereka kepada INTI (kalau ada),

dan

4. Tabungan keluarga serta

5. untuk pemupukan modal sendiri.

Mekanisme penjualan bawang merah melalui mekanisme kemitraan ini memang bertujuan pokok agar melalui kemitraan ini semua yang terlibat (INTI, bank, Petani/Plasma, Lembaga Penjaminan Kredit, dll) dalam program kemitraan ini mendapat keuntungan dan keamanan bagi usahanya. Bagi pengusaha besarnya keuntungan dari posisinya sebagai Inti dapat dari penjualan sarana produksi kepada plasmanya dan keuntungan lainnya adalah dari kemampuan perusahaan ini untuk menampung hasil panen bawang merah yang tinggi tersebut dan kemudian oleh lembaga ini produk bawang merah tersebut dikeringkan dan dibersihkan lebih dahulu untuk kemudian agar dapat disimpan lebih lama dan pada saat harga bawang merah kering cukup bagus, disalurkan ke pasar saat terjadi kelangkaan pasokan. Proses ini dapat berlangsung sampai masa dengan masa tanam bawang merah berikutnya. Perusahaan INTI akan mendapatkan keuntungan yang wajar dari fungsinya sebagai lembaga pemasar tersebut. Dengan demikian pola kemitraan ini diduga dapat mencegah terjadinya lonjakan-lonjakan harga bawang merah di pasar eceran.

Sehubungan dengan itu, MK PKT ini menawarkan suatu pola pendekatan terhadap kemungkinan pola tanam dan produksi bawang merah yang dilaksanakan dengan jumlah produksi yang dapat ditargetkan, benar-benar dikuasai/dikontrol sesuai dengan kemampuan daya serap pasar yang dilaksanakan oleh perusahaan INTI. Di pihak lain dengan perusahaan INTI. Di pihak lain dengan demikian para petani akan mendapatkan harga jual yang sesuai dengan kesepakatan dengan memperhitungkan bahwa total penjualan para petani plasma dalam setiap musim panen besar tidak akan sampai harganya jatuh sehingga pada gilirannya para petani peserta kemitraan masih mampu mengatasi beban-beban finansialnya baik untuk kepentingan intern petaninya sendiri maupun kepentingan pihak ketiga (kewajiban kepada bank).

 

e. Harga

 

Harga bawang merah di dalam merah negeri mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan pada saat itu. Tingginya nilai tukar dollar Amerika terhadap Rupiah memperngaruhi semua harga komodoti pertanian termasuk bawang merah. Pada saat sekarang, harga rata-rata bawang lokal di beberapa daerah produsen sekitar Rp. 6.000 - Rp. 8.000 per kg untuk bawang kering konsumsi. Sedangkan untuk bawang bibit berkisar Rp. 10.000 - 12.500 per kg. Harga ini bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, sehingga arus perdagangan bawang merah dapat beralih dari Jawa ke Sumatera. Pergerakan bawang merah antar propinsi/pulau sesuai perbedaan harga ini juga dialami oleh komoditi lain terutama cabai merah. Harga bawang ex. Impor untuk konsumsi di tingkat pedagang sebesar Rp. 6.400 per kg (ex. India), dan Rp. 8,750 per kg (ex. Vietnam). Bawang bibit ex. Philipina Rp. 15.000 kg, dan ex. Thailand Rp. 12.000 per kg. Para konsumen umumnya lebih memilih bawang lokal karena rasa dan aroma yang lebih tajam. Untuk analisa keuangan dalam MK PKT ini akan digunakan harga di tingkat petani sebesar Rp. 4.000.kg bawang basah.

 

4. Aspek Produksi

 

a. Gambaran Produk

 

Bawang merah merupakan tanaman semusim (Tanaman setahun), yang dimanfaatkan adalah umbinya yang berlapis-lapis yang sebenarnya merupakan pangkal daun yang bagian atasnya berbentuk silinder dan dari pangkal daun sampai bagian yang ada akarnya berubah bentuk dan membengkak menjadi umbi yang berlapis-lapis.

 

b. Persyaratan Teknis

 

Lokasi yang dianggap cocok dan aman atau agroklimat yang cocok untuk proses budidaya tanaman bawang merah dapat diikuti dalam Tabel 4.1.

§ Proses Budidaya

a. Pengolahan Lahan

Bertujuan untuk menciptakan tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi gembur sehingga tanah seperti ini akan dapat menunjang pertumbuhan akar dengan baik sedini mungkin. Disamping itu pengolahan tanah juga dimaksudkan untuk dapat menciptakan iklim makro dari tanah seperti yang dikemukakan dalam tabel 4.1 di atas juga dimaksudkan untuk membasmi sisa-sisa gulma

b. Pembuatan Bedengan

Setelah struktur tanah yang gembur dapat diciptakan, pekerjaan selanjutnya yaitu membuat bedengan-bedengan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki serta arah bedengan yang benar. Ukuran bedengan yang pas adalah lebarnya 80 - 100 cm dengan ketinggian bedeng 30 - 50 cm; panjang bedengan disesuaikan dengan ukuran lahan setempat. Sedangkan jarak antara 1 (satu) bedengan dengan bedengan lainnya (lebar parit) adalah 30 - 40 cm. Arah memanjang bedengan tegak lurus dari arah/alur irigasi pokoknya.

c. Penyediaan Bibit

Bibit merupakan awal dari keberhasilan atau kegagalan. Oleh karena itu bibit haruslah bibit yang sehat yang telah melewati masa dorman selama 3 - 4 bulan, dan akar telah mulai keluar. Umbi masih terasa padat, utuh dan tidak cacat. Sehari sebelum tanam, dilakukan pemotongan sepertiga dari pucuknya dengan maksud untukmempercepat pertumbuhan umbi dan tumbuhnya tunas dan umbi.

Dasar pemilihan bibit yang baik lainnya adalah sebagai berikut :

1. Siung bawang merah yang akan dijadikan bibit sudah harus mengalami penyimpanan selama 3 bulan sejak dipanen

2. Diameter siung sebesar 1,5 - 2 cm

3. Keadaan umbi/siung harus merupakan bawang merah yang utuh bulat, padat, keras dan mengkilat dengan kadar air sebesar 80%.

4. Di panen dari tanaman yang telah berumur dari 70 hari

5. Setiap siung yang ditanam akan mampu menghasilkan hasil panen 4 - 6 siung anakan.

6. Untuk luas tanam 1 ha memerlukan bibit berkisar antara 800 s/d 1200 Kg. Bibit bawang merah yang sangat dianjurkan untuk digunakan adalah jenis/varietas bawang merah Ampenan, Sumenep, Maja, Kuningan dan Medan.

d. Penanaman Bibit

Sebelum tanam, diatas bedengan dibuat alur tanam untuk tanah yang relatif subur dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan kedalaman tanam 2 - 3 cm.

e. Pemupukan Awal

Bilamana pupuk kandang mudah didapat maka setiap hektar lahan memerlukan sebanyak 15 - 20 ton pupuk kandang yang harus dicampur merata dengan tanah sewaktu pekerjaan mempersiapkan bedengan.

f. Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan-kegiatan seperti yang disajikan dalam Tabel 4.2.

 

c. Kendala Teknis

 

Produktivitas petani masih rendah karena umumnya mereka tidak mampu membeli bibit yang baik (unggul). Untuk bibit lokal saja, umumnya petani membelinya dengan harga sebesar Rp. 12.500/kg sedangkan hasil panennya hanya sekitar 4 - 6 ton per htar. Sedangkan untuk bibit unggul petani harus membeli bibitnya dengan harga sebesar Rp. 20.000/kg, tetapi hasilnya dapat mencapai 10 ton/ha - 15ton/ha. Kelemahan lainnya adalah lemahnya

penguasaan teknis budidaya. Oleh karena itu kendala teknis di tingkat petani ini diharapkan dapat diatasi dengan bimbingan teknis yang berkesinambungan dari perusahaan mitra INTI yaitu Usaha Besar dalam pola kemitraan, sehingga mutu produksi para petani plasma dapat seragam dalam jumlah panen dan mutunya.

 

d. Pasca Panen

 

Untuk mempertahankan kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian karena sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara lain penurunan kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan, dan pelunakan umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik dan nilai gizi , warna, bau, maupun rasa. Penanganan pasca panen yang penting untuk menghindari kerusakan dan penurunan kualitas meliputi pembersihan, pengeringan, sortasi dan grading, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan dan pengolahan. Dalam model kelayakan ini, kegiatan pasca panen merupakan tanggung jawab yang akan dilaksanakan oleh perusahaan INTI. Lihat Tabel 4.3. Dalam praktek di lapangan, standar mutu di tingkat petani biasanya ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan antara pembeli (INTI) sewaktu transaksi dengan para petani sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam NOTA KESEPAKATAN.

 

5. Aspek Keuangan

 

a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah

 

Analisa aspek keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal (Lembaga Keuangan Syariah/LKS) memperoleh gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu pihak muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk usaha bersangkutan.

Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku margin, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel. Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran 1). Dari

produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk.

Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya.

 

Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal maupun mudharib untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing - masing. Bagi pihak shahibul maal, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda.

 

 

 

 

b. Pemilihan Pola Usaha

 

1. Karakteristik Usaha Budidaya Bawang Merah

 

Produk yang dipilih untuk usaha budidaya bawang merah adalah umbi bawang merah kering (5 hari). Secara produksi, kontinuitas hasil bawang merah ini dipengaruhi oleh kondisi musim. Musim kemarau lebih cocok untuk budidaya bawang merah daripada musim penghujan, hal ini karena umbi akan membusuk bila banyak terendam air. Pada musim kemarau, panen bawang mencapai jumlah yang maksimal.

Sedangkan untuk pasar bawang merah, umumnya pengusaha/petani menjual langsung kepada pedagang pengumpul. Sejauh ini, dapat dikatakan bahwa hasil produksi bawang merah terserap oleh pasar, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Bahkan pada kondisi produksi yang rendah, impor bawang merah dilakukan untuk mencukupi kebutuhan industri dan konsumsi dalam negeri. Berdasarkan kondisi tersebut, maka usaha budidaya bawang merah berpeluang untuk dikembangkan.

 

2. Pola Pembiayaan

 

Dalam analisis keuangan dipilih pola usaha tani budidaya bawang merah pada luas lahan 0,5 Ha. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan ada umur proyek yakni satu tahun/ dua kali masa produksi bawang merah. Pada contoh perhitungan, yang disajikan adalah untuk usaha yang sudah berjalan (running) yaitu kebutuhan modal kerja, sedangkan untuk biaya investasi diasumsikan pengusaha sudah mempunyainya. Kebutuhan modal kerja terbesar dipergunakan untuk pengadaan sarana produksi pertanian. Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli).

Pertimbangannya adalah karena produk ini sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun

sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut. Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasidan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu.

 

3. Produk Murabahah

 

Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat).

Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:

1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.

2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad.

3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank/Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan.

4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan.

7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan:

o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,

o Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

 

c. Asumsi dan Parameter

 

Periode proyek diasumsikan selama satu tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis lahan yang digunakan dalam usaha budidaya tanaman bawang merah. Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1 dan Lampiran 2.

 

 

d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional

 

Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha budidaya bawang merah dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal pendirian usaha yang meliputi biaya persiapan, sewa lahan/areal usaha dan peralatan. Biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi.

 

1. Biaya Investasi

 

Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha budidaya tanaman bawang merah meliputi biaya persiapan, sewa tanah dan peralatan, di mana seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini diasumsikan adalah dana milik pengusaha, bukan pembiayaan dari bank. Komponen biaya investasi budidaya tanaman bawang merah disajikan pada Tabel 5.2 atau Lampiran 3.

 

 

2. Biaya Operasional

 

Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sarana produksi pertanian dan biaya tenaga kerja. Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp. 10.030.000 di mana modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai aktivitas budidaya bawang merah pada masa tanam I (pertama). Modal kerja tersebut digunakan untuk budidaya pada lahan seluas 0,5 Ha. Biaya Operasional selengkapnya ditampilkan pada Tabel 5.3. atau Lampiran 4.

 

 

 

e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja

 

Kebutuhan dana untuk usaha budidaya bawang merah terdiri dari kebutuhan investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS (bank) dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp.1.930.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 kali masa tanam (siklus produksi) sebesar Rp. 10.030.000.

Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya

dalam usaha (self financing). Kebutuhan biaya operasional, untuk pengadaan sarana produksi budidaya bawang merah berasal dari pembiayaan LKS (bank syariah), sedangkan komponen biaya tenaga kerja diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan. Selanjutnya, keperluaan dana usaha budidaya tanaman bawang merah ditampilkan pada tabel 5.4.

 

Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap dengan cara jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan sesuai dengan siklus produksinya. Sedangkan saprodi diasumsikan telah dimiliki dan tersedia pada LKS/perbankan syariah. Pengadaan saprodi tersebut pihak bank dapat berkerjasama dengan pihak lain dengan akad yang terpisah dari akad murabahah ini.

 

 

 

f. Produksi dan Pendapatan

 

Hasil (Output) usaha budidaya bawang merah adalah dalam bentuk umbi bawang merah kering. Setiap satu kali siklus produksi/ masa tanam akan dihasilkan kurang lebih 10.000 kg bawang merah basah. Bawang merah ini kemudian dikeringkan selama 5 (lima) hari menjadi 6.000 kg bawang merah kering. Harga jual barang merah kering di tingkat petani diasumsikan Rp. 4.000 per kg, sehingga diasumsikan menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp. 24.000.000,- per masa tanam dengan luas 0,5 Ha. Budidaya bawang merah ini dilakukan 2 kali masa tanam dalam satu tahun sehingga jumlah pendapatan yang diperoleh besarnya menjadi Rp. 48.000.000 seperti disajikan pada Tabel 5.5. atau Lampiran 5.

 

g. Proyeksi Laba Rugi

 

Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha budidaya tanaman bawang merah ini sudah mampu menghasilkan keuntungan pada masa tanam yang pertama yaitu sebesar Rp. 10.955.650, dengan tingkat profit margin sebesar 45,65%. Hasil perhitungan rugi laba menunjukkan bahwa BEP rata – rata berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp. 1.401.002; dan BEP rata-rata produksi

(kg) 350. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

 

h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

 

Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan bawang merah kering. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran pembiayaan dan pajak penghasilan.

Evaluasi kelayakan untuk usaha budidaya bawang merah dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 15 % p.a flat, usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha budidaya bawang merah tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.

 

Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal dan mudharib). Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha budidaya bawang merah selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 7.

 

i. Proyeksi Perolehan Margin

 

Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha budidaya bawang merah adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan 1 (satu) contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running). Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 15% per tahun, selama satu kali masa tanam (6 bulan) menghasilkan margin sebesar Rp.531.000. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada Lampiran 8. Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha / sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku margin Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada Lampiran 9.

 

6. Aspek Sosial Ekonomi

 

Aspek sosial ekonomi dari pengembangan tanaman bawang merah ini mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Dengan dikembangkannya bawang merah seperti dalam laporan ini, dapat menumbuhkan dan memelihara para tenaga ahli dalam bidang tanaman bawang merah baik yang terdapat dalam tahapan pengembangan bibit tanaman bawang merah unggul, pada tahapan proses budidaya dan pada tahapan pasca panen termasuk di bidang pemasaran mata dagangan bawang merah;

2. Dengan dilaksanakannya PKT ini berarti perbankan akan membantu pemerintah dalam penciptakan lapangan kerja di pedesaan terutama pada tahapan penyiapan proyek, pada tahapan budidaya,tahapan panen dan pasca panen;

3. Dengan semakin tumbuhnya sektor produksi bawang merah, akan memberikan dampak pada tumbuhnya sisi hulu dan hilir sub sektor pertanian, tanaman pangan khususnya di bidang tanaman bawang merah, yaitu hidupnya perekonomian di pedesaan pada pada pelaku sektor perdagangan sarana/prasanan produksi dan peralatan yang diperlukan para petani bawang merah dan sisi hilir yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian sektor perdagangan mata dagangan bawang merah dari titik yang terdekat dengan petani produsen sampai dengan titik-titik para pelaku perdagangan yang terdekat dengan para konsumen, serta tumbuhnya industri pengolah yang menggunakan bahan bakunya dari bawang merah;

4. Pada erat pasar terbuka bawang merah yang asli dari Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk pengahasil devisa dan bahkan akan merupakan mata dagangan yang dapat memperkecil pembelanjaan devisa selama ini digunakan untuk mengimpor bawang merah dari luar negeri. Oleh karena itu peranan PKT ini untuk perbankan adalah sejalan dengan kebijakan moneter Bank Indonesia yaitu untuk secara konsisten menyediakan dan menyebarkan informasi kepada para pelaku ekonomi agar terus memusatkan investasi mereka

kepada sektor-sektor yang produktif yang dapat membantu pemerintah memperkuat neraca pembayaran melalui peningkatan perolehan devisa dan mengurangi pembelanjaan devisa;

5. Dari PKT ini secara potensial akan membantu Pemda untuk meningkatkan PAD-nya melalui retribusi dan pajak yang langsung dan tak langsung yang dikenakan pada seluruh rantai kegiatan agribisnis mata dagangan bawang merah;

6. Pertanaman bawang merah dapat berfungsi sebagai pertanaman pemutus daur (siklus) hidup suatu hama dan atau penyakit tanaman tertentu. Di samping itu dapat meningkatkan pendapatan para petani melalui penerapan pola tanam yang intensif pada luas lahan tertentu;

7. Usaha tani bawang merah secara besar-besaran dalam pola kemitraan terpadu akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial ekonomi;

8. Budidaya bawang merah yang tidak memperhatikan dampak lingkungan fisik terutama di daerah dengan kemiringan tertentu akan menimbulkan kerusakan pada lapisan tanah atas yang subur (erosi) Hal ini dapat diatasi dean pembuatan terasering yang memenuhi persyaratan teknis. Pemberian bahan kimia seperti pestisida, herbisida, serta insektisida harus memperhatikan aspek lingkungan serta kesehatan terhadap konsumen akhir. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik terhadap penggunaan bahan kimia seperti pestisida, herbisida, serta insektisida harus memperhatikan aspek lingkungan serta kesehatan terhadap konsumen akhir. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik terhadap penggunaan bahan kimia ini sesuai peraturan dari instansi teknis berwenang agar tidak menimbulkan dampak negatif yang besar.

 

7. Penutup

 

a.   PKT Unggulan

 

Sebagai produk yang diharapkan dapat membantu perbankan dalam meningkat KUK, maka PKT Budidaya Tanaman Bawang Merah Unggul ini layak untuk dilaksanakan bank karena memiliki unsur-unsur keunggulan sebagai berikut:

§ Bisnis yang "on line"

Seperti yang telah disajikan dalam Bab V, jelas bahwa Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman Bawang Merah Unggul merupakan kemitraan usaha antara Petani Bawang Merah dengan Lembaga Pengumpul (Koperasi Primer atau Swasta) yang disertai jaminan kesinambungan pembelian bawang merahnya dari Usaha Besar pada bisnis yang "on line". Dalam model ini keamanan terhadap kebutuhan terhadap faktor produksi dan pemasaran produk bawang merah unggul yang dihasilkan UK dijamin dalam bentuk "sharing" antara Lembaga Penjamin Pembiayaan, kemitraan antara petani wang merahunggul dengan lembaga penampung (koperasi dan atau swasta), serta kepastian pembayaran oleh Lembaga Penampung itu.

§ Menghadirkan Kegiatan Pendampingan

Untuk menunjang keberhasilan Model Kelayakan PKT ini, Lembaga Pengumpul yang diposisikan sebagai INTI menyediakan bantuan teknis yang profesional (bermutu) secara berkesinambungan. Misalnya untuk masalah yang menyangkut budidaya, tentang bagaimana untuk menghasilkan hasil panen yang bermutu, tentang cara penanganan hasilnya. Bantuan pendamping ini dimulai semenjak pelaksanaan proses rekrutmen plasma dan pelaksanaan pelatihan untuk UK, dalam tahapan pembangunan fisik, tahapan proses produksi dan penjualan, serta dalam tahapan pengelolaan dana hasil penjualan. Bantuan pendampingan Lembaga Pengumpul atau INTI nya sendiri. Juga bagi kepentingan pengamatan pembiayaan Bank dalam rangka penggunaannya maupun dalam kerangka proses pengembaliannya.

§ Adanya Jaminan Kesinambungan Pasar

Kelancaran pemasaran hasil produksi bawang merah dalam Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman Bawang ini tercermin dari adanya jaminan yang sepenuhnya dalam pembelian hasil produksi bawang merah petani plasma dari koperasi primer dan atau perusahaan swasta yang kedua-duanya dapat berfungsi sebagai pengumpul/pembeli.

§ Adanya Kemampuan Untuk Memanfaatkan Pembiayaan Dengan

Tingkat Keuntungan / Margin Pasar

“Finansial Rate of Return (FRR)” yang relatif lebih besar dari margin pembiayaan bank menyebabkan Model Kelayakan PKT ini layak dilaksanakan dan dikembangkan dengan menggunakan pembiayaan dengan tingkat keuntungan pasar (margin pasar).

§ Adanya Potensi Penjaminan Kredit Yang Relatif Lengkap

Untuk penjaminan pengamanan kredit yang digunakan dalam pelaksanaan Model Kelayakan PKT ini, dapat dihadirkan berperannya :

a. Lembaga penjaminan kredit.

b. Kegiatan kelompok guna mengembangkan tabungan dan pemupukan modal yang dikaitkan dengan pembiayaan. Pengembangan tabungan sebagai salah satu alat pengamanan pembiayaan, dapat dikaitkan dengan besarnya potensi hasil analisa "net cash flow" maupun Laba - Rugi.

§ Proses Pemanfaatan dan Penggunaan Pembiayaan Yang Aman

Model Kelayakan PKT ini, merumuskan mekanisme pencairan dan penggunaan atas dana pembiayaan yang disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan proyek (Gambar 1)

§ Cash Flow Sebagai Alat Pengontrol Pengembalian Kredit

Pengembalian pembiayaan dapat didasarkan, disesuaikan dan mengacu kepada perkembangan dan kekuatan cash flow unit usaha yang bersangkutan.

§ Adanya Potensi Kegiatan Kelompok Yang Berkaitan Dengan

Pembiayaan

Dengan mendasarkan kepada model yang telah diuraikan diatas, memungkinkan pembentukan kelompok sedini mungkin, yaitu ketika Lembaga Pengumpul bersama dengan para petani bawang merah unggul dan ketika UK sebagai calon debitur sedang mengikuti pelatihan (sebelum mereka menjadi calon nominatif). Pembentukan dan mengaktifkan kegiatan kelompok tersebut ditujukan antara lain untuk kegiatan simpan-pinjam. Dari sebagian dana simpanan mereka tersebut, secara potensial dapat digunakan sebagai dana untuk membantu proses pengembalian angsuran pokok dan margin (bilamana diperlukan), atau untuk jenis kegiatan produktif lainnya.

§ Transportasi Pada Setiap Tahapan Pelaksanaan Proyek

Dengan mengikut sertakan UK sejak sedini mungkin dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek, akan terbentuk dan tercipta pula aspek transparansi yang sangat diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan proyek dan proses pembiayaannya.

§ Daya Replikasi Yang Tinggi

Proyek ini mempunyai potensi untuk dikembangkan hampir di seluruh propinsi, karena sumber daya alam (lahan, air), tenaga kerja, dan modal serta program pendampingan relatif dapat disediakan.

§ Nota Kesepakatan

Semua hal yang menggambarkan keunggulan Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman Bawang Merah Unggul ini, dapat dituangkan dalam bentuk Nota Kesepakatan, yang operasionalisasinya secara diagramatis dapat diikuti dalam Gambar 1.

 

 

 

b. Titik-Titik Kritis

· Program Pendampingan Yang Jelas

Sehubungan dengan masih ada kemungkinan munculnya permasalahan terutama pada saat proyek dan pembiayaan masuk dalam tahapan pelaksanaan dan tahapan mengangsur, maka perlu diusahakan agar UK yang telah direkrut dan merupakan calon nominatif semaksimal mungkin dapat diikut sertakan dalam perencanaan(ide dan pengembangannya) sedini mungkin. Maksud dan tujuan mengikut sertakan mereka sedini mungkin yaitu agar mulai dari

proses perencanaan para UK benar-benar dapat memahami perlunya kesungguhan dalam melaksanakan proyek sesuai dengan yang diminta

oleh persyaratan pasar, teknis, dan finansial maka kemitraan akan berjalan secara berkesinambungan.

· Pemahaman Titik-titik Rawan Dan Transparansi

Proses pemahaman terhadap titik-titik rawan baik yang terdapat dalam pelaksanakan proses pemasaran bawang merah, penerapan teknologi produksi dan penanganan produksi serta aspek keuangan, perlu didasarkan atas suatu dokumen kesepahaman umum dan atau nota kesepekatan yang rinci dan diuraikan dalam bentuk yang sangat mudah dipahami oleh para UK (anggota plasma).

LAMPIRAN