pola pembiayaan syariah usaha BAWANG MERAH
DI
DESA GEBANGANOM WETAN KEC.KANGKUNG KAB.KENDAL JATENG
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
................................ ................................
............... 2
a. Latar Belakang..............................................................................
2
b. Tujuan............................................................................................
3
2. Kemitraan Terpadu
................................ ............................... ...... 4
a. Organisasi.......................................................................................
4
b. Pola Kerjasama ...............................................................................
6
c. Penyiapan Proyek ...........................................................................
7
d. Mekanisme Kerjasama ...................................................................
9
e. Perjanjian Kerjasama ......................................................................
10
3. Aspek Pemasaran
................................... ................................ .......11
a. Permintaan .......................................................................................
11
b. Penawaran ........................................................................................
12
c. Permasalahan dalam Pemasaran........................................................
13
d. Pemasaran..........................................................................................
13
e. Harga .................................................................................................
14
4. Aspek Produksi
................................ ...................................... ..........16
a. Gambaran Produk ...............................................................................
16
b. Persyaratan Teknis .............................................................................
16
c. Kendala Teknis ...................................................................................
17
d. Pasca Panen .........................................................................................
18
5. Aspek Keuangan
................................ ........................................ ........19
a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan
Syariah.............................................
19
b. Pemilihan Pola Usaha ...........................................................................
20
c. Asumsi dan Parameter ..........................................................................
22
e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal
Kerja........................................
24
f. Produksi dan Pendapatan .......................................................................
25
g. Proyeksi Laba Rugi ...............................................................................
26
h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan
Proyek ...........................................
26
i. Proyeksi Perolehan Margin ....................................................................
27
7. Penutup
................................ ............................................
..................... 30
a. PKT Unggulan .........................................................................................
30
b. Titik-Titik Kritis .....................................................................................
32
LAMPIRAN
.......................................... ................................
..................... 33
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Salah satu
mata dagangan penting bagi sebagian besar ekonomi rumah tangga Indonesia yang
selalu mengalami fluktuasi harga yang relatif tinggiadalah produk pertanian
tanaman pangan holtikultura sayur-sayuran,rempah-rempah yaitu bawang merang
(Allium ascolanium L). Pada tingkat harga yang sangat rendah (Rp. 500/kg bawang
basah ditingkat petani) setiap kali terjadi bilamana jumlah penawaran (produksi
pada waktu-waktu panen besar) jauh melebihi permintaan. Sebaiknya pada tingkat
harga yang relatif tinggi selalu dikaitkan dengan kondisi dimana penawaran
lebih rendah dibandingkan dengan besarnya permintaan Pada kondisi seperti ini
harga bawang merah di pasar enceran pernah mencapai tingkat harga sampai Rp.80.000/kg
kering. Dan sejauh harga produksi bawang merah luar negeri (misalnya Taiwan,
Philipina) masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga dalam negeri maka
akan terjadi impor bawang merah dikarenakan hanya untuk memenuhi permintaan
dalam negeri pada kurun waktu tertentu.Dengan memperhatikan kondisi rupiah
terhadap dolar Amerika seperti saatsaat ini, dapat menyebabkan impor barang
primer (termasuk bawang) menjadi terasa sangat mahal. Hal ini dapat dikaitkan
dengan tetap tingginya harga bawang merah impor dan harga bawang merah di pasar
enceran didalam negeri.
Pengaturan
produksi dan distribusi serta pemasaran bawang merah dalam negeri menjadi
sangat penting. Tujuan utama pengaturan produksi dan distribusinya tersebut
adalah agar panen bawang merah dapat diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan
terjadi kelebihan maupun kekurangan penawaran bawang merah. Dengan demikian
harga bawang merah di pasar enceran relatifl lebih stabil dan tidak sampai
jatuh sangat rendah. Salah satu upaya untuk menghindarkan fluktuasi harga
bawang merah yang sangat besar tersebut dengan cara pengaturan masa produksi
dan masa panen, melalui penerapan pola tanam bawang merah yang tepat dan
dilaksanakan dengan penerapan pola kemitraan usaha antara Usaha Besar sebagai
INTI dan para petani bawang merah sebagai peserta plasma.
Penerapan
perencanaan pola tanam atau pembudidayaan bawang merah dengan pola kemitraan
tersebut akan dapat dihindari total luas tanaman bawang merah yang tidak
terkontrol, dan pada gilirannya dapat menyebabkan produksi bawang merah yang berlebihan.
Apabila peningkatan produksi terjadi pada saat panen raya maka kehadiran
pengusaha besar sebagai INTI dapat berperan sebagai pembeli tunggal dan sebagai
pengusaha yang mampu menahan dan menyimpan kelebihan produksi dalam waktu yang
relatif lama. Dengan demikian pasokan bawang merah kepasarpasar enceran dapat
diatur sehingga harga bawang merah akan relatif stabil dan pada tingkat harga
yang relatif dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat luas di satu pihak,
namun di lain pihak tetap dapat memberikan imbalan pendapatan bagi petani produsen
bawang merah yang wajar, sehingga semangat berproduksi para petani juga tetap
terpelihara.
Keuntungan
lain dari pelaksanaan pola mengembangan bawang merah dengan pola kemitraan
adalah para petani plasma akan mendapat jaminan pasar dari Usaha Besar. Karena
dalam pola kemitraan tersebut Usaha Besar akan diposisikan sebagai pembeli
tunggal produk plasma. Di samping itu Usaha Kecil/Plasma juga akan mendapatkan
bimbingan teknis budidaya bawang merah dan bimbingan teknis aspek manajemen
keuangan dari usaha besarnya.
b.
Tujuan
Tujuan utama
dari penyajian Laporan Model Kelayakan PKT "Budidaya Tanaman Bawang
Merah" yaitu untuk :
a. Menyediakan
suatu referensi bagi perbankan tentang kelayakan budidaya tanaman
Bawang Merah ditinjau dari segi :
i. prospek
atau kelayakan pasar/pemasaran,
ii. kelayakan
budidaya yang dilak-sanakan dengan penerapan teknologi maju,
iii. kelayakan
dari segi keuangan terutama bilamana sebagian dari biaya dibiayai oleh bank dan
iv. format
pengorganisasian pelaksanaan proyek yang dapat menjamin keuntungan bagi semua
kelancaran dan amannya proyek dimaksud serta menjamin keuntungan bagi semua unsur
yang ikut dalam pelaksanaan proyek;
b. Dengan
referensi kelayakan tersebut, diharapkan perbankan dapat mereplikasikan
pelaksanaan proyek melalui realisasi pengalokasian sumber dana berupa kredit di
daerah yang sesuai/cocok dengan kajian kelayakan dimaksud. Sehingga tujuan
dalam pengembangan usaha kecil melalui peningkatan mutu budidaya tanaman bawang
merah dapat tercapai, yaitu ditempuh melalui peningkatan realisasi kredit yang
cocok untuk usaha kecil, meningkatkan keamanan pelaksanaan kreditnya,
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani bawang merah dan yang tak kalah
pentingnya adalah memberikan keamanan dan keuntungan bagi banknya.
Dapat menjadi
referensi bagi perbankan syariah/lembaga keuangan syariah yang berminat
terhadap pola pembiayaan model Proyek Kemitraan Terpadu/PKT.
2. Kemitraan Terpadu
a.
Organisasi
Proyek
Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan
usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi
kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan.
Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan
keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma,
serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan
efisien.
Dalam
melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan
atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang
setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti,
dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil
produksi.
Proyek
Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha
melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2)
Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA. Masing-masing pihak
memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan
kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau
eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti
di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma
dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini
kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman
bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT
yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara
semua pihak yang bermitra.
1.Petani Plasma
Sesuai keperluan,
petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani
yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan
atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi
dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok
(a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan
usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun
atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya
dengan perbaikan pada aspek usaha.
Luas lahan
atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh
masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha,
ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan
Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang
harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan
pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan
anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin
yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha
kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata
koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk
membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas
KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang
mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta
fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman
KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu
Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai
inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas
pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh
produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor.
Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan
membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha
kecil.
Apabila
Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan
teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak
Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk
memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian
petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang
kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal
perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan
harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak
Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila
koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu
mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan
bantuan biaya yang diperlukan.
Koperasi juga
bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan
dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai
sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi
yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara
proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha
kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.
4. Bank
Bank
berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma
dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat
kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau
perbaikan kebun.
Disamping
mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang
diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan
evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan
lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit
yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya
tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada
perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.
Dalam
pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan
kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana
petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya.
Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti,
berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti
akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan
disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian
kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong
uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan
rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh
pihak petani plasma dengan bank.
b. Pola
Kerjasama
Kemitraan
antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,
dapat dibuat
menurut dua pola yaitu :
a. Petani yang
tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung
kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan
Eksportir.
Dengan bentuk
kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani
plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan
pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah
pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.
b. Petani yang
tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya
mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili
anggotanya)
dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama
seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan
koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya
tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak
Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.
c.
Penyiapan Proyek
Untuk melihat
bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti
memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana
PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,
perintisannya dimulai dari :
a. Adanya
petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan
pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah
ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut
harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok
usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan
anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan
perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan
kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya
perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra
petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik
budidaya/produksi serta proses pemasarannya;
c.
Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan
dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra.
Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau
ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan
untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil
yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi
memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh
dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi
harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi
yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya
dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian
mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai
fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan
dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing
agent) atau badan penyalur (channeling agent);
e.
Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi
pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor
Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang
akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya
kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan
lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk
itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak
Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
d.
Mekanisme Kerjasama
Mekanisme
Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank pelaksana
akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika
proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan
(Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai
dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan
dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk
selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan
fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai
dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang
penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan
proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah
disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan
plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan
ke petani sebagai pendapatan bersih.
e.
Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan
kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian
kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama
berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan
kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak
yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang
menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma)
antara lain sebagai berikut :
1. Kewajiban Perusahaan
Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)
a. Memberikan
bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;
b. Membantu
petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan
obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan
pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu
yang tinggi;
d. Melakukan
pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu
petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan
bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank
untuk petani plasma.
2. Kewajiban
petani peserta sebagai plasma
a. Menyediakan
lahan pemilikannya untuk budidaya;;
b. Menghimpun
diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya
berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan
pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu
hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan
sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada
waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan
sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas
Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu
mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan
pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan
Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat
pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai
kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban
petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
3. Aspek Pemasaran
a.
Permintaan
· Dalam Negeri
Permintaan
dalam negeri terhadap bawang merah datang dari berbagai sumber yaitu :
a. Dari pasar
bawang merah segar untuk memenuhi permintaan keperluan rumah tangga. Bawang rah
merupakan tanaman sayuran yang banyak digunakan oleh keluarga masyarakat
Indonesia, terutama sebagai bumbu penyedap masakan. Selain itu juga sering dipakai
sebagai bahan obat-obatan untuk penyakit tertentu;
b. Permintaan
yang datang untuk memenuhi keperluan industri olah lanjut yang menggunakan bawang
merah sebagai bahan baku misalnya untuk industri bawang goreng. Besarnya jumlah
permintaan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara
lain :
a. Harga
bawang yang berlaku di pasar enceran;
b. Pendapatan
rumah tangga;
c. Harga
bawang yang berlaku di pasar enceran;
d. Harga
barang komplemen yang lain;
e. Harga
barang turunan dari produk bawang merah;
f. Hari-hari
besar di mana permintaan terhadap bawang merah segar cendrung meningkat.
Permintaan terhadap bawang merah selain untuk keperluan bawang merah segar juga
diperlukan untuk keperluan industri olah lanjut yaitu industri bawang goreng.
· Luar Negeri
Besarnya
permintaan terhadap bawang merah yang datang dari luar negeri dapat dilihat
dari kecendrungan meningkatnya ekspor mata dagangan ini. Dalam Tabel 3.1 dapat
dilihat bahwa permintaan tersebut cenderung terus meningkat.
Permintaan
ekspor tersebut sebenarnya cukup tinggi, tetapi kendala yang dihadapi oleh
eksportir di Indonesia adalah pada kemampuan berproduksi yang kontinyu dalam
jumlah besar. Negara tujuan ekspor terbatas di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Sedangkan impor bawang merah terutama dari Cina, Phlipina dan Vietnam.
b.
Penawaran
Besarnya
jumlah penawaran bawang merah sangat dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut :
a.
Ketersediaan lokasi yang sangat cocok untuk bercocok tanam bawang merah dan
atau luas panen;
b. Iklim;
c. Teknologi
budidaya;
d. Harga
faktor produksi.
Besarnya
penawaran bawang merah dapat dikaitkan dengan produksi bawang merah di
Indonesia yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Produk bawang
merah mengalami kenaikan dengan trend yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 1990 produksi bawang merah Indonesia mencapai 495.183 ton dan
meningkat menjadi 509.013 ton pada tahun 1991. Daerah penghasil bawang merah
terbesar adalah Pulau Jawa terutama Jawa Tengah dengan produksi 155.365 ton
pada tahun 1991, disusul Jawa Timur sebesar 127. 190 ton dan Jawa Barat 87.680
ton pada tahun yang sama. Daerah lain di pulau Jawa yaitu di Sumatera Utara
(terutama di Pulau Samosir, danau Toba), Bali, Lombok, Lampung, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan daerah lain.
Untuk tingkat
Kabupaten,
Brebes merupakan daerah penghasil terbanyak dengan jumlah 110.627 ton atau
sekitar 22% dari total produksi seluruh Indonesia. Permintaan terhadap bawang
merah terbesar dari rumah tangga (keluarga, restoran, hotel dan lain-lain).
Bilamana jumlah produksi bawang merah dalam negeri dianggap kurang memenuhi besarnya
permintaan, kekurangan pasokan dimaksud dipenuhi oleh impor bawang merah dari
luar negeri khususnya berasal dari (Filipina, Taiwan, China). Impor tersebut
tidak saja untuk konsumsi, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan bibit.
c.
Permasalahan dalam Pemasaran
Sebenarnya
bagi Indonesia pasokan bawang merah bukan merupakan masalah, karena panen
bawang merah setiap musimnya diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana mengatur produksi bawang merah sehingga
dalam setiap musim panen tidak sampai terjadi kelebihan pasokan yang dapat
menjatuhkan harga di tingkat petani. Jatuhnya harga pada waktu-waktu panen raya
dapat mengakibatkan para petani tidak memenuhi kewajban finansialnya baik untuk
kepentingan keluarganya sendiri maupun untuk kepentingan usaha taninya di
waktu-waktu berikutnya dan kewajiban finansial yang menyangkut ke bank. Dalam
waktu musim langka produksi (off season) petani seringkali menghadapi kesulitan
dalam menyediakan dana untuk memenuhi ke butuhan awal pekerjaan usaha taninya.
d.
Pemasaran
Ketersediaan
jaminan pasar dalam pola kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil akan
meransang petani untuk memproduksi bawang merah. Dalam usaha kemitraan yang
dimaksud sejumlah petani bawang merah diposisikan sebagai mitra Usaha Kecilnya
yang lazim disebut dengan Plasma. Salah satu kekuatan budidaya tanaman bawang
merah dengan Pola
Kemitraan ini
adalah bahwa :
a. Kepentingan
petani terhadap keperluan produksi (bibit bawang merah, pupuk, biaya pengolahan
tanah dan biaya pemeliharaan s/d waktu penen) dapat disediakan melalui
keberadaan Usaha Besar;
b. Demikian
pula di waktu panen, hasil panen petani plasma semuanya akan diserap Usaha
Besar dengan tingkat harga yang sudah diperhitungkan sebelumnya sedemikian rupa
sehingga setiap kali para petani plasma panen maka INTI akan membeli pada
tingkat harga tertentu yang dapat menyebabkan dari hasil total penjualan ini,
maka para petani plasma tetap dapat menikmati dari sebagian hasil penjualannya
untuk :
1. Keperluan
keluarganya,
2. Menanggung
beban biaya biaya produksi berikutnya,
3. Menanggung
hutang yang lain mereka kepada INTI (kalau ada),
dan
4. Tabungan
keluarga serta
5. untuk
pemupukan modal sendiri.
Mekanisme
penjualan bawang merah melalui mekanisme kemitraan ini memang bertujuan pokok
agar melalui kemitraan ini semua yang terlibat (INTI, bank, Petani/Plasma,
Lembaga Penjaminan Kredit, dll) dalam program kemitraan ini mendapat keuntungan
dan keamanan bagi usahanya. Bagi pengusaha besarnya keuntungan dari posisinya
sebagai Inti dapat dari penjualan sarana produksi kepada plasmanya dan
keuntungan lainnya adalah dari kemampuan perusahaan ini untuk menampung hasil
panen bawang merah yang tinggi tersebut dan kemudian oleh lembaga ini produk
bawang merah tersebut dikeringkan dan dibersihkan lebih dahulu untuk kemudian agar
dapat disimpan lebih lama dan pada saat harga bawang merah kering cukup bagus,
disalurkan ke pasar saat terjadi kelangkaan pasokan. Proses ini dapat
berlangsung sampai masa dengan masa tanam bawang merah berikutnya. Perusahaan
INTI akan mendapatkan keuntungan yang wajar dari fungsinya sebagai lembaga
pemasar tersebut. Dengan demikian pola kemitraan ini diduga dapat mencegah terjadinya
lonjakan-lonjakan harga bawang merah di pasar eceran.
Sehubungan
dengan itu, MK PKT ini menawarkan suatu pola pendekatan terhadap kemungkinan
pola tanam dan produksi bawang merah yang dilaksanakan dengan jumlah produksi
yang dapat ditargetkan, benar-benar dikuasai/dikontrol sesuai dengan kemampuan
daya serap pasar yang dilaksanakan oleh perusahaan INTI. Di pihak lain dengan
perusahaan INTI. Di pihak lain dengan demikian para petani akan mendapatkan
harga jual yang sesuai dengan kesepakatan dengan memperhitungkan bahwa total penjualan
para petani plasma dalam setiap musim panen besar tidak akan sampai harganya
jatuh sehingga pada gilirannya para petani peserta kemitraan masih mampu
mengatasi beban-beban finansialnya baik untuk kepentingan intern petaninya
sendiri maupun kepentingan pihak ketiga (kewajiban kepada bank).
e.
Harga
Harga bawang
merah di dalam merah negeri mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi penawaran
dan permintaan pada saat itu. Tingginya nilai tukar dollar Amerika terhadap
Rupiah memperngaruhi semua harga komodoti pertanian termasuk bawang merah. Pada
saat sekarang, harga rata-rata bawang lokal di beberapa daerah produsen sekitar
Rp. 6.000 - Rp. 8.000 per kg untuk bawang kering konsumsi. Sedangkan untuk
bawang bibit berkisar Rp. 10.000 - 12.500 per kg. Harga ini bervariasi dari
satu daerah ke daerah lain, sehingga arus perdagangan bawang merah dapat
beralih dari Jawa ke Sumatera. Pergerakan bawang merah antar propinsi/pulau
sesuai perbedaan harga ini juga dialami oleh komoditi lain terutama cabai
merah. Harga bawang ex. Impor untuk konsumsi di tingkat pedagang sebesar Rp. 6.400
per kg (ex. India), dan Rp. 8,750 per kg (ex. Vietnam). Bawang bibit ex. Philipina
Rp. 15.000 kg, dan ex. Thailand Rp. 12.000 per kg. Para konsumen umumnya lebih
memilih bawang lokal karena rasa dan aroma yang lebih tajam. Untuk analisa
keuangan dalam MK PKT ini akan digunakan harga di tingkat petani sebesar Rp.
4.000.kg bawang basah.
4. Aspek Produksi
a.
Gambaran Produk
Bawang merah
merupakan tanaman semusim (Tanaman setahun), yang dimanfaatkan adalah umbinya
yang berlapis-lapis yang sebenarnya merupakan pangkal daun yang bagian atasnya
berbentuk silinder dan dari pangkal daun sampai bagian yang ada akarnya berubah
bentuk dan membengkak menjadi umbi yang berlapis-lapis.
b.
Persyaratan Teknis
Lokasi yang
dianggap cocok dan aman atau agroklimat yang cocok untuk proses budidaya
tanaman bawang merah dapat diikuti dalam Tabel 4.1.
§ Proses Budidaya
a. Pengolahan
Lahan
Bertujuan
untuk menciptakan tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi gembur sehingga
tanah seperti ini akan dapat menunjang pertumbuhan akar dengan baik sedini
mungkin. Disamping itu pengolahan tanah juga dimaksudkan untuk dapat
menciptakan iklim makro dari tanah seperti yang dikemukakan dalam tabel 4.1 di
atas juga dimaksudkan untuk membasmi sisa-sisa gulma
b. Pembuatan
Bedengan
Setelah
struktur tanah yang gembur dapat diciptakan, pekerjaan selanjutnya yaitu
membuat bedengan-bedengan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki serta arah
bedengan yang benar. Ukuran bedengan yang pas adalah lebarnya 80 - 100 cm
dengan ketinggian bedeng 30 - 50 cm; panjang bedengan disesuaikan dengan ukuran
lahan setempat. Sedangkan jarak antara 1 (satu) bedengan dengan bedengan
lainnya (lebar parit) adalah 30 - 40 cm. Arah memanjang bedengan tegak lurus
dari arah/alur irigasi pokoknya.
c. Penyediaan
Bibit
Bibit
merupakan awal dari keberhasilan atau kegagalan. Oleh karena itu bibit haruslah
bibit yang sehat yang telah melewati masa dorman selama 3 - 4 bulan, dan akar
telah mulai keluar. Umbi masih terasa padat, utuh dan tidak cacat. Sehari
sebelum tanam, dilakukan pemotongan sepertiga dari pucuknya dengan maksud untukmempercepat
pertumbuhan umbi dan tumbuhnya tunas dan umbi.
Dasar
pemilihan bibit yang baik lainnya adalah sebagai berikut :
1. Siung
bawang merah yang akan dijadikan bibit sudah harus mengalami penyimpanan selama
3 bulan sejak dipanen
2. Diameter
siung sebesar 1,5 - 2 cm
3. Keadaan
umbi/siung harus merupakan bawang merah yang utuh bulat, padat, keras dan
mengkilat dengan kadar air sebesar 80%.
4. Di panen
dari tanaman yang telah berumur dari 70 hari
5. Setiap
siung yang ditanam akan mampu menghasilkan hasil panen 4 - 6 siung anakan.
6. Untuk luas
tanam 1 ha memerlukan bibit berkisar antara 800 s/d 1200 Kg. Bibit bawang merah
yang sangat dianjurkan untuk digunakan adalah jenis/varietas bawang merah
Ampenan, Sumenep, Maja, Kuningan dan Medan.
d. Penanaman
Bibit
Sebelum tanam,
diatas bedengan dibuat alur tanam untuk tanah yang relatif subur dengan jarak
tanam 20 cm x 20 cm dengan kedalaman tanam 2 - 3 cm.
e. Pemupukan
Awal
Bilamana pupuk
kandang mudah didapat maka setiap hektar lahan memerlukan sebanyak 15 - 20 ton
pupuk kandang yang harus dicampur merata dengan tanah sewaktu pekerjaan
mempersiapkan bedengan.
f.
Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan
pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan-kegiatan seperti yang disajikan dalam
Tabel 4.2.
c.
Kendala Teknis
Produktivitas
petani masih rendah karena umumnya mereka tidak mampu membeli bibit yang baik
(unggul). Untuk bibit lokal saja, umumnya petani membelinya dengan harga
sebesar Rp. 12.500/kg sedangkan hasil panennya hanya sekitar 4 - 6 ton per
htar. Sedangkan untuk bibit unggul petani harus membeli bibitnya dengan harga
sebesar Rp. 20.000/kg, tetapi hasilnya dapat mencapai 10 ton/ha - 15ton/ha.
Kelemahan lainnya adalah lemahnya
penguasaan
teknis budidaya. Oleh karena itu kendala teknis di tingkat petani ini diharapkan
dapat diatasi dengan bimbingan teknis yang berkesinambungan dari perusahaan
mitra INTI yaitu Usaha Besar dalam pola kemitraan, sehingga mutu produksi para
petani plasma dapat seragam dalam jumlah panen dan mutunya.
d.
Pasca Panen
Untuk
mempertahankan kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat
perhatian karena sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara
lain penurunan kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan,
dan pelunakan umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik
dan nilai gizi , warna, bau, maupun rasa. Penanganan pasca panen yang penting
untuk menghindari kerusakan dan penurunan kualitas meliputi pembersihan, pengeringan,
sortasi dan grading, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan dan pengolahan.
Dalam model kelayakan ini, kegiatan pasca panen merupakan tanggung jawab yang akan
dilaksanakan oleh perusahaan INTI. Lihat Tabel 4.3. Dalam praktek di lapangan,
standar mutu di tingkat petani biasanya ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan
antara pembeli (INTI) sewaktu transaksi dengan para petani sesuai dengan
kesepakatan yang tertuang dalam NOTA KESEPAKATAN.
5. Aspek Keuangan
a.
Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah
Analisa aspek
keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal (Lembaga Keuangan Syariah/LKS)
memperoleh gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan
juga dapat membantu pihak muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana
pembiayaan untuk usaha bersangkutan.
Berbeda dengan
produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu
pembiayaan dengan sistem perhitungan suku margin, pada pola syariah mempunyai
keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang
fleksibel. Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah,
salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran 1). Dari
produk
tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada
pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu
macam produk.
Sedangkan
untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem
margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga
jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi
keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil
dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS)
atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah
bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara
revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum
dikurangi biaya operasionalnya.
Keragaman
produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi
keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal maupun mudharib untuk
memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing
- masing. Bagi pihak shahibul maal, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat
kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa
terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin
atau nisbah per nasabahnya berbeda.
b.
Pemilihan Pola Usaha
1. Karakteristik Usaha Budidaya Bawang Merah
Produk yang
dipilih untuk usaha budidaya bawang merah adalah umbi bawang merah kering (5
hari). Secara produksi, kontinuitas hasil bawang merah ini dipengaruhi oleh
kondisi musim. Musim kemarau lebih cocok untuk budidaya bawang merah daripada
musim penghujan, hal ini karena umbi akan membusuk bila banyak terendam air.
Pada musim kemarau, panen bawang mencapai jumlah yang maksimal.
Sedangkan
untuk pasar bawang merah, umumnya pengusaha/petani menjual langsung kepada
pedagang pengumpul. Sejauh ini, dapat dikatakan bahwa hasil produksi bawang
merah terserap oleh pasar, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Bahkan
pada kondisi produksi yang rendah, impor bawang merah dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan industri dan konsumsi dalam negeri. Berdasarkan kondisi tersebut,
maka usaha budidaya bawang merah berpeluang untuk dikembangkan.
2. Pola Pembiayaan
Dalam analisis
keuangan dipilih pola usaha tani budidaya bawang merah pada luas lahan 0,5 Ha.
Jangka waktu analisis keuangan didasarkan ada umur proyek yakni satu tahun/ dua
kali masa produksi bawang merah. Pada contoh perhitungan, yang disajikan adalah
untuk usaha yang sudah berjalan (running) yaitu kebutuhan modal kerja,
sedangkan untuk biaya investasi diasumsikan pengusaha sudah mempunyainya.
Kebutuhan modal kerja terbesar dipergunakan untuk pengadaan sarana produksi
pertanian. Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak
ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh
produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli).
Pertimbangannya
adalah karena produk ini sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun
sudah mengenal
serta mengakses pola pembiayaan tersebut. Produk murabahah juga sebagai upaya
untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk
pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu,
pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha
apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya
investasidan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu.
3. Produk Murabahah
Produk
pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan
baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk
murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah
yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank
Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi
Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penyaluran
dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual
(bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas,
harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat).
Syarat-syarat
yang berlaku pada murabahah antara lain:
1. Harga yang
disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.
2. Kesepakatan
margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama
periode akad.
3. Jangka
waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank/Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) berdasarkan kesepakatan.
4. Bank dapat
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
5. Dalam hal
bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah
harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
6. Pembayaran
secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan.
7. Bank dapat
meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan
awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk
membayar uang muka maka berlaku ketentuan:
o Jika nasabah menolak untuk membeli
barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang
muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah.
Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh
bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,
o Jika nasabah batal membeli barang,
maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
c.
Asumsi dan Parameter
Periode proyek
diasumsikan selama satu tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis
lahan yang digunakan dalam usaha budidaya tanaman bawang merah. Gambaran kondisi
dan perkembangan keuangan usaha ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi
dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan
pengamatan lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan
disajikan pada Tabel 5.1 dan Lampiran 2.
d.
Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional
Komponen biaya
dalam analisis kelayakan usaha budidaya bawang merah dibedakan menjadi dua
yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah komponen
biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal pendirian usaha yang
meliputi biaya persiapan, sewa lahan/areal usaha dan peralatan. Biaya operasional
adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi.
1. Biaya Investasi
Biaya
investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian
short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh
terhadap besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha budidaya tanaman
bawang merah meliputi biaya persiapan, sewa tanah dan peralatan, di mana
seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini diasumsikan adalah
dana milik pengusaha, bukan pembiayaan dari bank. Komponen biaya investasi
budidaya tanaman bawang merah disajikan pada Tabel 5.2 atau Lampiran 3.
2. Biaya Operasional
Biaya
operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi
per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sarana produksi pertanian
dan biaya tenaga kerja. Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar
Rp. 10.030.000 di mana modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan untuk membiayai aktivitas budidaya bawang merah pada masa tanam I (pertama).
Modal kerja tersebut digunakan untuk budidaya pada lahan seluas 0,5 Ha. Biaya
Operasional selengkapnya ditampilkan pada Tabel 5.3. atau Lampiran 4.
e.
Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan dana
untuk usaha budidaya bawang merah terdiri dari kebutuhan investasi dan modal
kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari
pembiayaan LKS (bank) dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk
investasi awal sebesar Rp.1.930.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1
kali masa tanam (siklus produksi) sebesar Rp. 10.030.000.
Untuk
kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan diasumsikan telah dimiliki
oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya
dalam usaha
(self financing). Kebutuhan biaya operasional, untuk pengadaan sarana produksi
budidaya bawang merah berasal dari pembiayaan LKS (bank syariah), sedangkan komponen
biaya tenaga kerja diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang
bersangkutan. Selanjutnya, keperluaan dana usaha budidaya tanaman bawang merah ditampilkan
pada tabel 5.4.
Pembayaran
angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap dengan
cara jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan sesuai dengan siklus
produksinya. Sedangkan saprodi diasumsikan telah dimiliki dan tersedia pada
LKS/perbankan syariah. Pengadaan saprodi tersebut pihak bank dapat berkerjasama
dengan pihak lain dengan akad yang terpisah dari akad murabahah ini.
f.
Produksi dan Pendapatan
Hasil (Output)
usaha budidaya bawang merah adalah dalam bentuk umbi bawang merah kering. Setiap
satu kali siklus produksi/ masa tanam akan dihasilkan kurang lebih 10.000 kg
bawang merah basah. Bawang merah ini kemudian dikeringkan selama 5 (lima) hari
menjadi 6.000 kg bawang merah kering. Harga jual barang merah kering di tingkat
petani diasumsikan Rp. 4.000 per kg, sehingga diasumsikan menghasilkan aliran
pendapatan sebesar Rp. 24.000.000,- per masa tanam dengan luas 0,5 Ha. Budidaya
bawang merah ini dilakukan 2 kali masa tanam dalam satu tahun sehingga jumlah pendapatan
yang diperoleh besarnya menjadi Rp. 48.000.000 seperti disajikan pada Tabel
5.5. atau Lampiran 5.
g.
Proyeksi Laba Rugi
Hasil proyeksi
rugi laba menunjukkan bahwa usaha budidaya tanaman bawang merah ini sudah mampu
menghasilkan keuntungan pada masa tanam yang pertama yaitu sebesar Rp.
10.955.650, dengan tingkat profit margin sebesar 45,65%. Hasil perhitungan rugi
laba menunjukkan bahwa BEP rata – rata berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp.
1.401.002; dan BEP rata-rata produksi
(kg) 350.
Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
h.
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Untuk aliran
kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu
arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk
diperoleh dari penjualan bawang merah kering. Untuk arus keluar meliputi biaya
investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran pembiayaan dan pajak
penghasilan.
Evaluasi
kelayakan untuk usaha budidaya bawang merah dengan pembiayaan murabahah dapat
diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal).
Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah
ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat
dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha
tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 15 % p.a flat,
usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan.
Dengan demikian usaha budidaya bawang merah tersebut layak untuk dilaksanakan
dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.
Pada analisa
kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada
perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of
Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back
Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha,
semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk
menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai
alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi
hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal
dan mudharib). Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha budidaya bawang merah selengkapnya
ditampilkan pada Lampiran 7.
i.
Proyeksi Perolehan Margin
Pola
pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha budidaya bawang merah adalah
murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan 1 (satu) contoh
alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running). Dari hasil perhitungan
untuk tingkat margin 15% per tahun, selama satu kali masa tanam (6 bulan)
menghasilkan margin sebesar Rp.531.000. Tingkat margin ini diberlakukan flat
(tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya,
perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada Lampiran 8. Penentuan besaran
margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap
komponen usaha / sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum
tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari
praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku
margin Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat
dilihat pada Lampiran 9.
6. Aspek Sosial Ekonomi
Aspek sosial
ekonomi dari pengembangan tanaman bawang merah ini mencakup hal-hal sebagai
berikut :
1. Dengan
dikembangkannya bawang merah seperti dalam laporan ini, dapat menumbuhkan dan
memelihara para tenaga ahli dalam bidang tanaman bawang merah baik yang terdapat
dalam tahapan pengembangan bibit tanaman bawang merah unggul, pada tahapan proses
budidaya dan pada tahapan pasca panen termasuk di bidang pemasaran mata
dagangan bawang merah;
2. Dengan
dilaksanakannya PKT ini berarti perbankan akan membantu pemerintah dalam
penciptakan lapangan kerja di pedesaan terutama pada tahapan penyiapan proyek,
pada tahapan budidaya,tahapan panen dan pasca panen;
3. Dengan
semakin tumbuhnya sektor produksi bawang merah, akan memberikan dampak pada
tumbuhnya sisi hulu dan hilir sub sektor pertanian, tanaman pangan khususnya di
bidang tanaman bawang merah, yaitu hidupnya perekonomian di pedesaan pada pada
pelaku sektor perdagangan sarana/prasanan produksi dan peralatan yang diperlukan
para petani bawang merah dan sisi hilir yang berkaitan dengan kegiatan
perekonomian sektor perdagangan mata dagangan bawang merah dari titik yang
terdekat dengan petani produsen sampai dengan titik-titik para pelaku perdagangan
yang terdekat dengan para konsumen, serta tumbuhnya industri pengolah yang
menggunakan bahan bakunya dari bawang merah;
4. Pada erat
pasar terbuka bawang merah yang asli dari Indonesia mempunyai potensi yang
sangat besar untuk pengahasil devisa dan bahkan akan merupakan mata dagangan
yang dapat memperkecil pembelanjaan devisa selama ini digunakan untuk mengimpor
bawang merah dari luar negeri. Oleh karena itu peranan PKT ini untuk perbankan
adalah sejalan dengan kebijakan moneter Bank Indonesia yaitu untuk secara
konsisten menyediakan dan menyebarkan informasi kepada para pelaku ekonomi agar
terus memusatkan investasi mereka
kepada
sektor-sektor yang produktif yang dapat membantu pemerintah memperkuat neraca
pembayaran melalui peningkatan perolehan devisa dan mengurangi pembelanjaan
devisa;
5. Dari PKT
ini secara potensial akan membantu Pemda untuk meningkatkan PAD-nya melalui
retribusi dan pajak yang langsung dan tak langsung yang dikenakan pada seluruh
rantai kegiatan agribisnis mata dagangan bawang merah;
6. Pertanaman
bawang merah dapat berfungsi sebagai pertanaman pemutus daur (siklus) hidup
suatu hama dan atau penyakit tanaman tertentu. Di samping itu dapat meningkatkan
pendapatan para petani melalui penerapan pola tanam yang intensif pada luas
lahan tertentu;
7. Usaha tani
bawang merah secara besar-besaran dalam pola kemitraan terpadu akan menimbulkan
dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan
fisik, hayati maupun sosial ekonomi;
8. Budidaya
bawang merah yang tidak memperhatikan dampak lingkungan fisik terutama di
daerah dengan kemiringan tertentu akan menimbulkan kerusakan pada lapisan tanah
atas yang subur (erosi) Hal ini dapat diatasi dean pembuatan terasering yang
memenuhi persyaratan teknis. Pemberian bahan kimia seperti pestisida, herbisida,
serta insektisida harus memperhatikan aspek lingkungan serta kesehatan terhadap
konsumen akhir. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik terhadap
penggunaan bahan kimia seperti pestisida, herbisida, serta insektisida harus
memperhatikan aspek lingkungan serta kesehatan terhadap konsumen akhir. Oleh
karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik terhadap penggunaan bahan kimia
ini sesuai peraturan dari instansi teknis berwenang agar tidak menimbulkan
dampak negatif yang besar.
7. Penutup
a. PKT
Unggulan
Sebagai produk
yang diharapkan dapat membantu perbankan dalam meningkat KUK, maka PKT Budidaya
Tanaman Bawang Merah Unggul ini layak untuk dilaksanakan bank karena memiliki
unsur-unsur keunggulan sebagai berikut:
§ Bisnis yang "on line"
Seperti yang
telah disajikan dalam Bab V, jelas bahwa Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman
Bawang Merah Unggul merupakan kemitraan usaha antara Petani Bawang Merah dengan
Lembaga Pengumpul (Koperasi Primer atau Swasta) yang disertai jaminan kesinambungan
pembelian bawang merahnya dari Usaha Besar pada bisnis yang "on
line". Dalam model ini keamanan terhadap kebutuhan terhadap faktor
produksi dan pemasaran produk bawang merah unggul yang dihasilkan UK dijamin
dalam bentuk "sharing" antara Lembaga Penjamin Pembiayaan, kemitraan
antara petani wang merahunggul dengan lembaga penampung (koperasi dan atau
swasta), serta kepastian pembayaran oleh Lembaga Penampung itu.
§ Menghadirkan Kegiatan Pendampingan
Untuk
menunjang keberhasilan Model Kelayakan PKT ini, Lembaga Pengumpul yang
diposisikan sebagai INTI menyediakan bantuan teknis yang profesional (bermutu)
secara berkesinambungan. Misalnya untuk masalah yang menyangkut budidaya,
tentang bagaimana untuk menghasilkan hasil panen yang bermutu, tentang cara
penanganan hasilnya. Bantuan pendamping ini dimulai semenjak pelaksanaan proses
rekrutmen plasma dan pelaksanaan pelatihan untuk UK, dalam tahapan pembangunan
fisik, tahapan proses produksi dan penjualan, serta dalam tahapan pengelolaan
dana hasil penjualan. Bantuan pendampingan Lembaga Pengumpul atau INTI nya
sendiri. Juga bagi kepentingan pengamatan pembiayaan Bank dalam rangka penggunaannya
maupun dalam kerangka proses pengembaliannya.
§ Adanya Jaminan Kesinambungan Pasar
Kelancaran
pemasaran hasil produksi bawang merah dalam Model Kelayakan PKT Budidaya
Tanaman Bawang ini tercermin dari adanya jaminan yang sepenuhnya dalam pembelian
hasil produksi bawang merah petani plasma dari koperasi primer dan atau
perusahaan swasta yang kedua-duanya dapat berfungsi sebagai pengumpul/pembeli.
§ Adanya Kemampuan Untuk Memanfaatkan Pembiayaan Dengan
Tingkat Keuntungan / Margin Pasar
“Finansial
Rate of Return (FRR)” yang relatif lebih besar dari margin pembiayaan bank
menyebabkan Model Kelayakan PKT ini layak dilaksanakan dan dikembangkan dengan
menggunakan pembiayaan dengan tingkat keuntungan pasar (margin pasar).
§ Adanya Potensi Penjaminan Kredit Yang Relatif Lengkap
Untuk
penjaminan pengamanan kredit yang digunakan dalam pelaksanaan Model Kelayakan
PKT ini, dapat dihadirkan berperannya :
a. Lembaga
penjaminan kredit.
b. Kegiatan
kelompok guna mengembangkan tabungan dan pemupukan modal yang dikaitkan dengan
pembiayaan. Pengembangan tabungan sebagai salah satu alat pengamanan pembiayaan,
dapat dikaitkan dengan besarnya potensi hasil analisa "net cash flow"
maupun Laba - Rugi.
§ Proses Pemanfaatan dan Penggunaan Pembiayaan Yang Aman
Model
Kelayakan PKT ini, merumuskan mekanisme pencairan dan penggunaan atas dana
pembiayaan yang disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan proyek (Gambar 1)
§ Cash Flow Sebagai Alat Pengontrol Pengembalian Kredit
Pengembalian
pembiayaan dapat didasarkan, disesuaikan dan mengacu kepada perkembangan dan
kekuatan cash flow unit usaha yang bersangkutan.
§ Adanya Potensi Kegiatan Kelompok Yang Berkaitan Dengan
Pembiayaan
Dengan
mendasarkan kepada model yang telah diuraikan diatas, memungkinkan pembentukan
kelompok sedini mungkin, yaitu ketika Lembaga Pengumpul bersama dengan para
petani bawang merah unggul dan ketika UK sebagai calon debitur sedang mengikuti
pelatihan (sebelum mereka menjadi calon nominatif). Pembentukan dan
mengaktifkan kegiatan kelompok tersebut ditujukan antara lain untuk kegiatan
simpan-pinjam. Dari sebagian dana simpanan mereka tersebut, secara potensial
dapat digunakan sebagai dana untuk membantu proses pengembalian angsuran pokok
dan margin (bilamana diperlukan), atau untuk jenis kegiatan produktif lainnya.
§ Transportasi Pada Setiap Tahapan Pelaksanaan Proyek
Dengan
mengikut sertakan UK sejak sedini mungkin dalam perencanaan dan pelaksanaan
proyek, akan terbentuk dan tercipta pula aspek transparansi yang sangat
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan proyek dan proses pembiayaannya.
§ Daya Replikasi Yang Tinggi
Proyek ini
mempunyai potensi untuk dikembangkan hampir di seluruh propinsi, karena sumber
daya alam (lahan, air), tenaga kerja, dan modal serta program pendampingan
relatif dapat disediakan.
§ Nota Kesepakatan
Semua hal yang
menggambarkan keunggulan Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman Bawang Merah Unggul
ini, dapat dituangkan dalam bentuk Nota Kesepakatan, yang operasionalisasinya
secara diagramatis dapat diikuti dalam Gambar 1.
b.
Titik-Titik Kritis
· Program Pendampingan Yang Jelas
Sehubungan
dengan masih ada kemungkinan munculnya permasalahan terutama pada saat proyek
dan pembiayaan masuk dalam tahapan pelaksanaan dan tahapan mengangsur, maka
perlu diusahakan agar UK yang telah direkrut dan merupakan calon nominatif
semaksimal mungkin dapat diikut sertakan dalam perencanaan(ide dan pengembangannya)
sedini mungkin. Maksud dan tujuan mengikut sertakan mereka sedini mungkin yaitu
agar mulai dari
proses
perencanaan para UK benar-benar dapat memahami perlunya kesungguhan dalam
melaksanakan proyek sesuai dengan yang diminta
oleh
persyaratan pasar, teknis, dan finansial maka kemitraan akan berjalan secara
berkesinambungan.
· Pemahaman Titik-titik Rawan Dan Transparansi
Proses
pemahaman terhadap titik-titik rawan baik yang terdapat dalam pelaksanakan
proses pemasaran bawang merah, penerapan teknologi produksi dan penanganan
produksi serta aspek keuangan, perlu didasarkan atas suatu dokumen kesepahaman
umum dan atau nota kesepekatan yang rinci dan diuraikan dalam bentuk yang
sangat mudah dipahami oleh para UK (anggota plasma).
LAMPIRAN